Kisah Teladan Sunan Giri

Kisah Teladan Perjuangan Sunan Giri

Diawal abad 14 M, Kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Menak Sembuyu, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Suatu waktu putri Prabu Menak Sembuyu terkena pagebluk atau wabah penyakit yang sedang terjadi.

Kemudian diadakanlah sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan putrinya akan diambil menantu dan siapa yang dapat mengusir wabah penyakit di Blambangan akan diangkat sebagai Bupati atau Raja Muda. Patih pada waktu itu bernama Patih Bajul bertemu dengan Syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakkur di sebuah goa. Kemudian terjadi negosisasi yang pada akhirnya Syekh Maulana Ishak bersedia ke istana Blambangan. Putri Dewi Sekardadu akhirnya sembuh dan pagebluk juga lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Raja maka Syekh Maulana Ishak dikawinkan dengan Dewi Sekardadu dan diberi kedudukan sebagai Adipati.

Gambar: Makam Sunan Giri dari disparbud.gresikkab.go.id
Singkat cerita terjadi perseteruan antara Patih Bajul Sengara dengan Syekh Maulana Ishak pada saat Dewi Sekardadu sedang hamil tujuh bulan. Saat Patih Bajul Sengara dengan pasukannya menerobos masuk wilayah Kadipaten, nmaun tidak menemukan Syekh Maulana Ishak sebab beliau telah meninggalkan Blambangan seorang diri.

Dua bukan kemudian dari Rahim Dewi Sekardadu lahir bayi laki-laki, setelah empat puluh hari, Patih Bajul Sengara menghasut Prabu Menak Sembuyu. Kebetulan juga terjadi wabah penyakit lagi, maka Patih Bajul Sengara mengatakan wabah itu disebabkan oleh bayi tersebut.

Akibatnya setelah Prabu terpengaruh, ia memerintahkan bayi tersebut dimasukkan ke dalam peti untuk dibuang ke samodra. Singkat cerita bayi tersebut ditemukan oleh kapal ditengah-tengah Selat Bali yang akan ke Pulau Bali. Namun ketika akan berangkat ke P. Bali perahu tidak mau bergerak, saat di putar ke arah Gresik perahu melaju dengan pesat. Kemudian bayi diambil sebagai anak angkat oleh pemilik perahu Nyai Ageng Pinatih dan di beri nama Joko Samodra.

Ketika berumur 11 tahun, Joko Samodra berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya. Saat mondok terjadi kejadian yang tidak disangka-sangka pada Joko Samodra.  Kebetulan saat Sunan Ampel mencari-cari hal yang terjadi, Nyai Ageng Pinatih sedang datang untuk menengok Joko Samodra.

Kesempatan itu digunakan Sunan Ampel untuk mencari tahu tentang Joko Samodra, lalu Nyai Ageng Pinatih menceritakan dengan sejujurnya bahkan sampai peti yang digunakan saat membuang bayi masih disimpan rapih. Kemudian bergantilah nama Joko Samodra menjadi Raden Paku.

Sewaktu mondok, Raden Paku akrab dan bersahabat dengan putra Raden Rahmat yang bernama Raden Makdum Ibrahim. Setelah berusia 16 tahun, keduanya menimba ilmu ke Negeri Sebrang (Pasai), berguru kepada ayahnya Raden Paku sendiri Syekh Maulana Ishak. Raden Paku dan juga ayahnya saling menceritakan apa yang sudah dialami. Setelah mempunyai ilmu yang mumpuni, gurunya memberikan gelar Syekh Maulana A’inul Yaqin.

Setelah tiga tahunberada di Pasai, masa belajar itu dianggap sudah cukup oleh Syekh Maulana Ishak, lalu kembalilah kedua pemuda ke Tanah Jawa dengan memabawa sebuah bungkusan kain putih berisi tanah yang diberikan oleh Syekh Maulana Ishak serta pesan setelah menemukan tanah yang sama untuk membangun Pesantren.

Sekembalinya ke Surabaya, Sunan Ampel memerintahkan Makdum Ibrahim berdakwah di Tuban, sedang Raden Paku pulang ke Gresik kembali ke ibu angkatnya. Singkat cerita akhirnya tiba waktunya saat Raden Paku ingin mendirikan Pesantren, tibalah di daerah perbukitan dengan hawa sejuk membuat hati terasa nyaman, ia pun mencocokkan tanah yang mirip dengan tanah yang diberikan Syekh Maulana Ishak, ternyata cocok. Di desa Sidomukti ia kemudian mendirikan pesantren dinamakan Pesantren Giri yang dalam bahasa Sansekerta, Giri artinya gunung.

Dalam berdakwah selain menggunakan pendekatan yang baik, beliau juga berdakwah melalui kesenian. Seperti menciptakan Asmaradana dan Pucung, dan beberapa tembang. Adapula tembang dolanan anak bernafas Islam seperti; Jamuran, Cublak-Cublak Suweng, Jithungan dan Delikan. Ketika rakyat menyukai tembang-tembang dan musik, mereka serta-merta mengikuti ajaran-ajaran yang terjkandung dalam tembang-tembang atau permainan yang diciptakan Sunan Giri.




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel