Kisah Teladan Sunan Kalijaga

 Kisah Keteladanan Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga aslinya bernama Raden Said, Putra Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta yang sering disebut Raden Sahur. Raden Said menyukai kehidupan diluar kebangsawanannya. Suatu ketika Raden Said melakukan tindakan diluar sepengetahuan ayahnya yakni pada malam hari mengambil sebagian hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan ke Majapahit lalu dibagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkan. Berulang kali dilakukan tindakan seperti itu namun pada akhirnya ketahuan juga.
 
Singkat cerita suatu ketika Raden Said difitnah lalu di usir dari Kadipaten Tuban karena dianggap mencoreng nama baik keluarga, boleh kembali jika dapat menggetarkan dinding-dinding istana Kadipaten Tuban dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang sebelumnya dibaca tiap-tiap malam harinya. Hanya satu orang yang tidak percaya dengan fitnah yang ditimpakan ke Raden Said, yaitu Dewi Rasawulan, adiknya. Tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya dia meninggalkan istana Kadipaten Tuban untuk menari raden Said untuk diajak pulang.

Setelah diusir dari Kadipaten Tuban, Raden Said berada di hutan Jatiwangi menjadi perampok yang budiman. sebab yang dirampok hanya para hartawan yang kikir dan tidak mau menyantuni rakyat jelata. Nama Raden Said tidak di pakai di hutan Jatiwangi, beliau terkenal dengan sebutan Brandal Lokajaya.

Suatu hari brandal Lokajaya melihat seseorang dberjubah putih menggunakan tongkat yang berkilauan, dikira dari emas maka direbutnya tongkat tersebut. Ternyata tongkat itu bukan terbuat dari emas, hanya gagangny saja terbuat dari kuningan sehingga berkilau saat terkena sinar matahari. Lalu dikembalikanlah tongkat itu.

Terjadilah dialog antara Raden Said dengan seorang berjubah putih itu. Dimana dialog dimenangkan seorang berbaju putih tersebut. Sebab seorang berbaju putih mengingatkan kepada Raden Said atas perbuatanya bawasannya amal yang baik dari barang yang baik atau halal.
gambar: IslamIndonesia.id


Singkat cerita, Raden Said meminta diangkat murid oleh lelaki berjubah putih. Lalu diberikan syarat jika ingin menjadi muridnya. Lelaki tersebut kemudian menancapkan tongkatnya di tepi sunagi. Raden Said diperintahkan menungguinya. Tak boleh beranjak dari tempat itu sebelum lelaki itu kembali menemuinya. Raden Said bersedia menerima syarat tersebut.

Setelah tiga tahun lelaki berjubah putih itu datang menemui Raden Said, tapi Raden Said tak bisa dibangunkan, barulah setelah mengumandangkan adzan kemudian Raden Said membuka sepasang matanya.

Tubuh Raden Said dibersihkan, diberi pakaian baru yang bersih kemudian dibawa ke Tuban. Sebab lelaki tersebut adalah Sunan Bonang. Setelah belajar cukup lama kemudian hari Raden Said terkenal sebagai Sunan Kalijaga.

Singkat cerita pada akhirnya Raden Said menemukan adiknya yang mencarinya lalu kembali ke Kadipaten Tuban. Disambut hangat sebab fitnah yang pernah dituduhkan kepadanya telah terbukti bahwasanya dirinya tidak bersalah. Raden Said tidak meneruskan ayahnya namun meneruskan pengembaraanya. Kedudukan ayahnya diberikan kepada cucunya yang putra Dewi Rasawulan dan Empu Supa.

Dalam berdakwah beliau sangat arif dan bijaksana sehingga dapat diterima. Sunan Klaijaga juga menggunakan kessenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, seperti wayang kulit dan tembang suluk. Tembang lir-ilir dan Gundul-gundul Pacul juga dianggap sebagai hasil karyanya.

Peninggalan Sunan Kalijaga lainnya adalah gamelan, yang kini disimpan di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta, dikenal sebagai gamelan Sekaten.

Dalam usia lanjut beliau memilih Kadilangu sebagai tempat tinggalnya yang terakhir. Sunan Kaijaga wafat dan dimakamkan di desa Kadilangu, Demak

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel